Senin, 11 November 2013

Ikhlas itu proses

Untuk kesekian kalinya, saya membaca ungkapan yang diriwayatkan dari al-Imam al-Daraquthny rahimahuLlah, seorang ulama hadits besar yang salah satu karyanya, al-‘Ilal, menjadi rujukan penting dalam ilmu hadits. Ungkapan itu bagi saya sangat luar biasa. Terutama karena ia menggambarkan sebuah kondisi yang biasa kita alami. 

Beliau mengatakan:
“Dahulu, kami menuntut ilmu ini bukan karena Allah. Namun ternyata ilmu ini enggan kecuali jika ia dituntut karena Allah semata.”
Boleh jadi, kita tak pernah menyangka. Seorang imam besar seperti al-Daraquthny ternyata di awal perjalanannya menuntut ilmu agama mengakui bahwa ia pun didera oleh ketidakikhlasan. Setiap saat selalu ada bisikan jiwa bahwa engkau belajar agar kelak engkau disebut sebagai “al-Imam”, “al-Muhaddits”, “al-Faqih”, “al-‘Allamah”, dan sebutan-sebutan penghormatan lainnya.
Di saat-saat seperti itu, biasanya terjadilah sebuah tumbukan keras: antara bisikan ketidakikhlasan dengan tuntutan ilmu yang selama ini kita pelajari; bahwa riya’ akan merusak amal. Sebuah pertarungan sengit terjadi dalam diri. Antara keinginan bahwa kelak setelah tiba di level tertentu dari ilmu ini kita akan dimuliakan, dengan kesadaran bahwa pamrih semacam ini keliru dalam menuntut ilmu agama. 

Pada titik ini, banyak orang yang tidak kuat. Tidak sedikit yang rubuh dan menyerah. Segera saja ia mengatakan: “Ah, daripada tidak ikhlas, lebih baik saya berhenti saja menuntut ilmu!” Yang lain berujar: “Apa gunanya belajar al-Qur’an, Hadits, dan Fiqih jika hati ini tidak ikhlas?!”
Demikianlah. Meskipun kekalahan itu seringkali juga merupakan pembenaran terhadap kemalasan kita. Tapi cobalah baca kembali ungkapan al-Imam al-Daraquthny itu: “…Namun ternyata ilmu ini enggan kecuali jika ia dituntut karena Allah semata.” 

Renungkanlah kira-kira kapan beliau sampai pada titik kesimpulan ini? Sehari. Seminggu. Sebulan. Setahun. Tidak! Kesimpulan ini pasti beliau pahami setelah bertahun-tahun menjalani proses menuntut ilmu, sembari menghadapi pertarungan demi pertarungan menghadapi ketidakikhlasan jiwa dan hati…
Meski beliau merasa selalu ada interest pribadi dalam menuntut ilmu, tapi beliau tidak kalah dan berhenti. 

Dan begitulah…sentuhan-sentuhan ayat-ayat Allah, sabda-sabda Rasulullah, dan atsar para sahabat menempa jiwanya. Tahun demi tahun. Ia biarkan kalbunya disirami oleh derasnya ilmu, meski tak jarang ada godaan untuk berhenti dengan alasan ketidakikhlasan. Hingga akhirnya ia sampai ke puncak impian. Meraih kemuliaan sebagai seorang ulama, dan mereguk manisnya keikhlasan.
 
Jadi bila suatu ketika nanti, engkau dibuat ragu untuk menapaki jalan ilmu ini…Engkau digoda untuk mempertanyakan keikhlasanmu…Engkau digoda untuk tidak melanjutkan perjalanan ilmu ini karena ketidakikhlasanmu…Maka jangan berpaling pada godaan itu! Cukup katakan padanya: “Benar saat ini aku belum sepenuhnya ikhlas, namun Allah pasti akan membantuku menjadi hamba yang ikhlas jika aku bersungguh-sungguh melanjutkan perjalanan ini!”
Atau cukup sampaikan padanya apa yang dikatakan oleh al-Imam al-Daraquthny itu. Karena menjadi ikhlas itu adalah proses. (Mks, 05/01/10)
Abul Miqdad al-Madany

Dicopas dari blog abu migdad http://abul-miqdad.blogspot.com/ 
sumber gambar : sumber : http://islamic-education7.blogspot.com

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Syukron telah membaca postingan kami, silahkan meninggalkan komentar ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...