Minggu, 26 Februari 2017

Learn, how to learn


Saya suka belajar, sedari dulu saya sasngat suka belajar. Mungkin karena sejak kecil, kami dibebaskan untuk berproses secara mandiri, orang tua saya sangat jarang menginterferensi cara belajar kami dan tidak begitu banyak menuntut. Dari dulu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan akhirnya memiliki metode belajar yang terpola dengan sendirinya.

Benar kata bunda septi, dari dulu kita terbiasa untuk menghafal materi. Dalam proses belajar tersebut, sebelum menghafalkan materi tertentu harus betul-betul dipahami terlebih dahulu sehingga lebih mudah menghafalkannya. Salah satu mata pelajaran yang sangat saya sukai dan berbinar-binar mempelajarinya yakni matematika. Lebih memilih untuk mengerjakan seabrek tugas matematika yang seabrek-abrek  dibanding diberi soal karangan bahasa Indonesia walau hanya satu halaman, haha... baru sadar sekarang akan pentingnya kegiatan menulis yang menjadi salah satu bagian dari pelajaran bahasa Indonesia ini.  

Dalam memilih fakultas ataupun jurusan, yang menjadi pertimbangan pertama adalah apakah fakultas atau jurusan tersebut sesuai minat dan bakat saya. Sangat kurang setuju dengan  pendapat sebagian orang yang memilih fakultas ataupun jurusan berdasarkan banyak atau sedikitnya jumlah peminat fakultas atau jurusan tersebut.Prinsip saya, saya nantinya yang akan menjalani, kebayang saya harus bergelut dengan ilmu yang bukan merupakan minat/ataupun bakat saya. Namun tetap sebagai insan beragama, kita tidak memungkiri takdir Allah, bahwa semua berjalan berdasarkan kehendakNya,fakultas/jurusan apapun yang nantinya ditakdirkan untuk kita jalani in syaa Allah yang terbaik. Kita hanya bisa berikhtiar dan tawakkal kepada Allah akan hasilnya.

Jujur, salah satu keinginan dari dulu yang memotivasi dalam belajar adalah ingin mendapatkan nilai yang baik dari hasil pembelajaran. Klo di perguruan tinggi tentuingin mendapatkan IPK yang tinggi. 

Namun seiring waktu, saat kita sudah menentukan peran masing-masing dalam kehidupan, semakin jelas kemana arah pembelajaran kita, apa tujuan yang ingin kita dapatkan dari proses belajar tersebut. Menuntut ilmu karena merasa ilmu tersebut merupakan kebutuhan dan rasa ingin tahu. Terutama saya sebagai ibu rumah tangga, tentu mencari ilmu bukan lagi untuk mengejar nilai ataupun sertifikat, dan faktanya ilmu itu in syaa Allah terasa lebih bermanfaat, karena kita betul-betul menginginkan isinya untuk dikejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan alhamdulillah dalam beberapa pekan mengikuti kuliah matrikulasi ibu profesional, lebih bisa menentukan skala prioritas dalam menuntut ilmu.

Ada beberapa metode yang saya terapkan dalam proses pembelajaran :
  • Meluangkan waktu dan memanfaatkan waktu luang. Harus ada jadwal belajar dan pandai-pandai memanfaatkan waktu luang, menjadikan “me time” salah satunya untuk belajar.

  • Banyak membaca, dan memang akan sangat berat kalau kita tidak suka membaca. Jangan bermimpi kita akan bisa menargetkan untuk membaca beberapa buku kalau pada dasarnya kita tidak memilik keinginan untuk membaca. Maka dari itu, hal ini menjadi perhatian yang kami terapkan kepada anak-anak. Kami memang lebih cepat menstimulan anak-anak dalam membaca, terlepas dari kontofersi yang ada, begitu banyak hal yang positif yang kami dapatkan saat mereka sudah pandai membaca di usia dini, dan ini kami terapkan dari anak pertama hingga anak ketiga dan in syaa Allah kami akan terapkan untuk anak berikutnya. Namun intinya, stimulan mereka dengan cinta, sebelum mengajarkan mereka untuk pandai membaca, kenalkan mereka terlebih dahulu pada buku, bahwa buku adalah hal yang menarik, tumbuhkan keingin tahuan mereka akan buku. Misalnya saja, dengan sering membacakan buku sebelum tidur, hampir sebelum jam tidur anak-anak saya akan membacakan buku untuk mereka, memperkenalkan buku memang dari usia sebelum 1 tahun.

Bagi saya, pandai membaca saja tidak cukup, karena pointnya adalah bagaimana menjadikan mereka suka membaca dan alhamdulillah semua anak-anak sangat suka membaca tanpa disuruh dan tidak hanya sebatas buku pelajarannya saja. Jika ada kesempatan untuk masuk ke pusat perbelanjaan, tempat yang pertama yang kami tuju adalah toko buku, satu cara untuk mengajak anak-anak mencintai buku dan alhamdulillah efektif. Apalagi buku itu dibeli dari hasil tabungan mereka. Tentang metode membaca, sudah saya bahas sangat banyak di blog ini termasuk pada postingan di artikel ini. Dan selanjutnya mengarahkan mereka untuk selektif dalam memilih bacaan karena pada hari ini begitu banyak orang-orang cerdas yang memiliki pemikiran nyeleneh salah satunya karena salah memilih bacaan.

  • Menuliskan kembali ilmu yang didapatkan, dengan mencatat alhamdulillah sebagai salah satu sarana mengikat ilmu.  

  • Mengamalkan/mempraktekkan ilmu yang diperoleh, tidak sekedar menjadikannya sebagai tumpukan catatan. Mengamalkan ilmu juga merupakan salah satu cara untuk mengikat ilmu. Dan ini saya terapkan termasuk ke anak-anak, misalnya mengajarkan mereka do’a sehari-hari tidak dengan sengaja menyuruh mereka menghafal satu persatu do’a tersebut namun dengan membacakan mereka setiap melakukan ‘amalan yang berkaitan dengan do’a tersebut. Sebelum makan, menuntun mereka membaca basmalah, masuk kamar mandi menuntun mereka membaca do’a masuk kamar mandi dan lainnya. Begitu seterusnya, pembiasaan yang akhirnya secara tidak langsung menghafalkan do’a-do’a tersebut. Begitu juga dengan menghafal Al-Qur’an, saya ingat sewaktu Abdullah masih berusia sekitar 2 tahun, sangat senang mendengar murattal dari handphone kami dan dia sendiri yang mengulang-ulangnya hingga hafal, jika berkendaraan kami senantiasa mengulang-ulang hafalan Al Qur’an sehingga dengan sendirinya terbiasa menghafal AlQur’an dan memperlihatkan bahwa menghafal AlQur’an itu adalah hal yang menyenangkan, bukan malah menjadikan beban. Allah tidak menilai kita dengan seberapa banyak ilmu yang kita miliki namun sejauh mana kita mengamalkan ilmu yang kita dapatkan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rasul-Nya.

  • Mengajarkannya. Dan ini penting untuk kita lebih mendalami ilmu tersebut, contoh saja, dulu saya sangat sulit mengingat beberapa teori ilmu tajwid sampai saya berusaha mengajarkannya dan ternyata teori-teori itu memang lebih melekat dengan mengajarkannya. Dan yakinlah bahwa ilmu itu tidak akan berkurang dengan dibagi ke orang lain malah in syaa Allah semakin menambah perbendaharaan ilmu yang kita miliki.

  • Membuat resensi buku melalui blog, ini juga menjadi salah satu motivasi saya untuk mendalami sebuah buku

  • Salah satu hal yang juga mempengaruhi pembelajaran yakni lingkungan yang nyaman, tentu sangat berbeda kalau kita belajar di tempat yang bising dari pada di lingkungan alam yang sejuk. Jadi sekali-kali kita refreshing dalam menuntut ilmu. Termasuk misalnya kalau belajar indoor, di kamar misalnya, kondiisi kamar dalam keadaan tertata rapi. Dulu sebelum saya ingin memulai belajar, hal yang pertama yang saya lakukan adalah menata kamar agar terlihat rapi terlebih dahulu sebelum bergelut dengan buku-buku pelajaran.

  • Yang terakhir dan pertama sebenarnya adalah meluruskan niat. Ada perkataan yang indah dari seorang ulama Al Imam Ad Daruquthni “Dahulu kami menuntut ilmu bukan karena Allah, namun ternyata ilmu itu enggan kecuali jika dituntut karena Allah semata.

Dalam mendampingi proses belajar anak-anak, saya selalu berpikir bahwa semua harus dijalani dengan fun,  tidak ada paksaan untuk mereka dalam belajar, berusaha menanamkan bahwa belajar merupakan kebutuhan dan hal yang mereka sukai. Walau dibeberapa kesempatan saya kadang ngomel-ngomel (kebiasaan emak-emak hahaha) tapi saya akan berusaha semampunya untuk tidak marah dalam proses belajar. Sehingga mereka tidak pernah merasa terbebani dalam belajar, tidak merasa tertekan dan terlihat mereka selalu berbinar-binar dalam proses belajar. Tentu itu bukan hasil yang diperoleh secara instan, menjadikan anak suka belajar melalui proses yang panjang dan yang paling penting kita sebagai orang tua menjalani semua ini dengan suasana hati yang menyenangkan. Dan terus menjadi contoh buat mereka, bahwa tidak ada kata berhenti dalam belajar meski di usia-usia seperti ini. Termasuk saat mengerjakan NHW ini...mereka sudah pada paham, umminya sedang belajar ^_^




Sabtu, 18 Februari 2017

Mendidik dengan kekuatan fitrah

Tidak terasa, sekarang kami sudah berada di pekan ke-4 program matrikulasi Ibu Profesional. Pada nice home work kali ini, kami kembali diajak merenung dengan menjawab beberapa pertanyaan dari tim matrikulasi :

Apakah masih tetap ingin konsisten dengan ilmu yang dipilih pada NHW pertama ataukah ingin merubahnya?

 

Saya memilih untuk tetap di sini memantapkan hati untuk fokus pada ilmu mengenai pendidikan ibu dan anak, bagaimana menjadi isteri yang baik dan ibu yang baik bagi anak-anak sesuai dengan Al Qur’an dan Assunnah, hal yang mungkin kurang saya tegaskan pada NHW pertama. Karena bagi saya, ilmu ini merupakan ilmu yang paling penting dalam menjalani universitas kehidupan. Ilmu yang sangat mendasar, sebelum memfokuskan diri dengan ilmu yang lainnya. Jika kita sebagai seorang wanita yang memiliki peran sebagai seorang isteri sekaligus sebagai seorang ibu maka seyogianya hal ini merupakan prioritas pertama, memperkokoh tatanan keluarga sebelum memfokuskan diri  ke yang lainnya.

Sebenarnya, ilmu tentang mendidik bukan hal yang baru buat saya. Sebelum saya memasuki jenjang pernikahan, saya sudah sangat tertarik dengan ilmu tentang mendidik anak. Sangat bersemangat membaca berbagai referensi mengenai pendidikan anak. Hingga saya menyandang gelar sebagai seorang ibu pertama kalinya, semangat untuk menjadi ibu yang baik semakin besar, saya begitu menikmati ilmu ini, mencari berbagai referensi, menerapkan satu demi satu yang saya pelajari. Alhamdulillah Allah menakdirkan saya untuk fokus pada anak pertama. Dan sesuai pengalaman lebih mudah penerapannya pada adik-adiknya.

Namun seiring waktu, anak-anak tumbuh semakin besar. Si sulung sudah berusia 9 tahun. Tanpa sadar saat ini fokus sudah mulai terbagi, sempat menjejaki dunia bisnis dengan mengelola sebuah online shop, dan dua tahun terakhir ini bergelut dengan ilmu-ilmu yang berkaitan profesi sebagai seorang da’iyah, menggeluti ilmu bahasa Arab, tajwid dan lainnya. Saya baru sadar, ilmu yang berhubungan dengan pendidikan anak mulai terlalaikan, sampai saya mengikuti program matrikulasi ini, membangunkan saya untuk kembali fokus ke anak-anak. Saya sadar pekerjaan belum selesai, masih banyak hal yang masih perlu dibenahi. Ingin kembali dari awal, memperbaiki kekurangan yang ada. Dan kembali menentukan skala prioritas. Memutuskan untuk berhenti sejenak dari dunia bisnis, in syaa Allah akan memulai kembali di saat yang tepat, walaupun sudah banyak tawaran di luar sana.

Ilmu diniyah in syaa Allah sebagai penopang bagi saya untuk mendidik anak-anak dan meningkatkan kualitas pribadi, karena kita tetap membutuhkan pondasi yang jelas dalam mendidik anak-anak. Dan saya yakin tidak akan tumpang tindih selama kita bisa menentukan skala prioritas.

Melihat Nice home work #2 apakah sudah belajar konsisten untuk mengisi checklist harian kita? Checkliist ini sebagai sarana kita untuk senantiasa terpicu “memantaskan diri” setiap saat. Latih dengan keras diri anda, agar lingkungan sekitar menjadi lunak terhadap diri kita


Checklist yang dibuat pada NHW 2 yang lalu mengajarkan saya untuk konsisten yang dimulai dari hal-hal yang sederhana, dan ternyata menjalaninya tidak semudah yang dikira, perlu mujahadah (semangat) yang besar. Merevisi kembali hal-hal yang kelihatan masih belum terukur dan masih terkesan umum. Namun tidak sempat mengupload hasil revisinya. Sampai 2 pekan ini belum bisa sepenuhnya untuk konsisten, tapi in syaa Allah masih terus berusaha semaksimal mungkin.

Baca dan renungkan kembali Nice Homework #3, apakah sudah terbayang kira-kira apa maksud Allah menciptakan kita di muka bumi ini ? kalau sudah maka tetapkan bidang yang akan kita kuasai.

Secara tidak langsung saya sebenarnya memiliki misi pribadi, sejak dari SMA saya aktif mengikuti kegiatan pengajian. Setelah memasuki gerbang perkuliahan mulai aktif dalam kegiatan keagamaan dan menjadi pengurus salah satu UKM di universitas yang bergerak dalam bidang keagamaan. Sebagai seorang da’iyah (karena sejatinya setiap kita adalah seorang da’i) yang mengisi halaqah-halaqah kecil di kampus dan kegiatan dakwah lainnya. Saya begitu menikmati peran itu hingga saya memasuki jenjang pernikahan, dipertemukan dengan lelaki yang pada dasarnya memiliki visi yang sama. Senang menebar kebaikan kepada sesama, senang berinteraksi (bersosialisasi) dengan masyarakat dan merasa sedih melihat masyarakat yang jauh dari agama ini. Mampu beradaptasi dengan cepat di lingkungan yang baru.

Saya tetap menjalani misi ini dan tentunya ini dimulai dari keluarga, memperkuat pondasi dari dalam rumah. Melibatkan anak-anak dalam menjalani dinamika dakwah, menstimulasi mereka untuk senantiasa bisa bermanfaat bagi orang lain dengan terlebih dahulu memperbaiki kualitas pribadi. Senantiasa menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan.

Setelah menjalani kehidupan berumah tangga, menyadari akan pentingnya peran sebagai seorang ibu sehingga ingin memaksimalkan peran ini, berusaha profesional di dalamnya, dan menjadikan salah satu fokus yang didakwahkan yakni menyadarkan kaum hawa akan vitalnya peran sebagai seorang ibu dalam membangun peradaban yang dimulai dari keluarga.

Dan saya sadar bahwa peran saya dimuka bumi ini adalah sebagai seorang da’iyah, yang senantiasa menebar kebaikan kepada sesama dan berusaha mendekatkan masyarakat pada agama ini.

Misi hidup : Menebar kebaikan pada sesama, mendekatkan masyarakat kepada agama berdasarkan Al Qur’an dan Assunnah serta mendidik generasi Qur’ani.

Bidang : Agama serta Pendidikan ibu dan anak


Peran : da’iyah

Ilmu-ilmu apa saja yang diperlukan untuk menjalani misi hidup tersebut

  1. Ilmu diniyah sesuai Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman yang benar sebagai pondasi
  2. Ilmu dasar ibu profesional (Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif dan Bunda Sholehah)
  3. Ilmu kepenulisan 
  4.  Ilmu yang berhubungan dengan publik speaking
  5. Psikologi Islam
  6. Bahasa Arab
  7. Ilmu tajwid

Tetapkan milestone perjalanan anda menjalankan misi hidup

Saya memulai KM0 saya saat pertama kali diamanahkan  oleh Allah dalam mendidik anak yakni pada usia kurang lebih 25 tahun.

KM0 – KM4 (2008 – 2012) : Bunda sayang

KM5 – KM6 (2012– 2013) : Bisnis rumahan (online shop)

KM 6 – KM7 (2013 – 2016) : Fokus meningkatkan tsaqofah keislaman terkhusus bekal sebagai seorang da’iyah.

KM 7 – KM 8 (2016 – 2017) : Kembali fokus Bunda Sayang membenahi kekurangan dalam mendidik anak (terlebih dalam hal komunikasi produktif dan pengelolaan emosi), tetap menambah tsaqofah keislaman.

KM 8 – KM 9 ( 2017 – 2018) : Menguasai Bunda Cekatan, tetap menambah tsaqofah keislaman

KM 9 – KM 10 (2018 – 2019) : Menguasai Bunda Produktif, mulai memasuki ranah bisnis.

KM 10 – KM 11 (2019 – 2020) : Menguasai Bunda sholehah

KM 11 – KM 15 (2020 – 2024) : Fokus menjadi da'iyah profesional

KM 15 – dst  (2024 – dst) : Tetap meniti jalan dakwah in syaa Allah

Selanjutnya ... Bismillah... Lakukan... lakukan... lakukan...

Man jadda wa jada...

Semoga Allah meridhohi setiap milestone kehidupan ini, dan senantiasa meluruskan niat agar semua bernilai ibadah sebagai washilah menggapai rahmat-Nya.

Di Bumi Paser, Kaltim
Ummu Abdillah Sri Muliana

Sabtu, 11 Februari 2017

Terima Kasih...




Tak terasa usia pernikahan kita sudah melewati satu dekade, waktu yang tidak singkat dalam menjalani sebuah kebersamaan. Banyak cerita yang sudah kita lalui bersama, ada tawa, senyum dan air mata mengisi hari-hari kita. 

Terima kasih atas segalanya zauiy..

Terima kasih sudah memilihku untuk menyempurnakan separuh agamamu, memilihku untuk menjadi ibu bagi anak-anakmu. Satu yang selalu kusyukuri sampai saat ini adalah Allah menakdirkan kau menjadi imamku.
Terima kasih atas maafmu atas kesalahan yang pernah kulakukan.

Terima kasih telah menjadi orang yang paling mengerti akan diriku, mengalah pada saat-saat tertentu, mendukung dan memfasilitasi setiap kegiatan positif yang kulakukan.

Terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik, tempatku untuk menumpahkan banyak hal. 
Terima kasih sudah menjadi pendengar setia saat kita berjauhan, walau terkadang sudah kehabisan bahan hehe. Tidak bisa kubayangkan, saya yang menghabiskan waktu sebagian besar di rumah sementara mendapatkan suami yang sangat sulit berkomunikasi dengan istrinya. Nikmat Tuhan mana yang saya dustakan. 

Terima kasih untuk selalu ingin berdiskusi denganku mengenai anak-anak, tetap selalu ingin belajar menjadi orang tua khususnya ayah yang baik.

Terima kasih telah mengajariku banyak hal, bagaimana berbakti kepada orang tua, bagaimana berakhlak yang baik terhadap sesama, serta menularkan kedermawanan.

Sampai pada hal-hal kecil seperti beternak dan bercocok tanam, ilmu baru yang sangat menyenangkan walau saya kebanyakan hanya sebagai penonton hehe....

Zaujiy...

Saya masih punya banyak mimpi, terutama dalam membina keluarga kita, saya tidak ingin merasa puas dengan segenap pencapaian yang ada. Keinginan untuk membuat visi misi yang jelas dalam keluarga agar jelas bahtera ini ingin dibawa ke mana dan melalui jalan yang mana... dan dirimu sebagai nahkodanya.

Anak-anak perlahan-lahan sudah tumbuh semakin besar, ada kebahagiaan sekaligus kekhawatiran akan tantangan yang mereka hadapi ke depan. Di zaman fitnah ini.

Mari meluangkan waktu, mari berpikir keras akan amanah yang Allah berikan kepada kita, amanah yang kelak kita akan dimintai pertangggungjwaban atasnya. Dan itu butuh kerja keras dan pengorbanan. Waktu, tenaga dan pikiran.

Zaujiy...

Keinginan terbesarku dalam hidup adalah menjadi isteri yang baik untukmu dan ibu yang baik untuk anak-anak, walau menjalaninya sangat-sangat berat terutama untuk konsistensi di dalamnya. Perlu dukungan darimu, saat kujatuh, bantu saya untuk berdiri, mengumpulkan tenaga agar bisa kembali menjalani semuanya.
Saya sadari sampai saat ini sebagai istri masih begitu banyak kekurangan di sana sini, walau selalu tetap ingin belajar menjadi lebih baik.

Selalu berharap, semoga Allah senantiasa menjagamu dan ingin sehidup sesyurga denganmu...

Semoga Allah mengumpulkan kita sekeluarga di jannahNya.

Walau sering sekali terucap, namun tidak bosan-bosannya kukatakan... Uhibbuka fillah yaa zaujiy....



In Love,

Zaujatuka....





catatan : Postingan ini merupakan tantangan nice home work pada program matrikulasi Ibu Profesional.
Membuat surat cinta untuk suami