Senin, 14 Oktober 2019

Asyiknya nge-jus


Akhir-akhir ini, saya dan suami lagi senang-senangnya nge-jus. Motivasinya tentu dari sisi kesehatan. Apalagi usia kami berdua sudah menyongsong usia 40 tahun, tentu sudah harus mulai mengendalikan diri dalam hal makanan. Minimal mengurangilah. Karena untuk betul-betul maksimal, kurasa belum sanggup..hiks.

Setiap harinya kami berusaha untuk membuat jus dari buah yang bervariasi. Untuk sementara ini masih seputar  buah naga, mangka, pepaya, semangka, alpukat. Untuk menambah rasa manisnya, karena ngejusnya dicampur air maka kami memilih madu atau kurma untuk menghindari susu atau gula,

Favorit itu jus alpokat dicampur madu dan kurma.
Rasanya seger, enak. Nggak kalah kalau dicampur dengan krimmer kental manis coklat ^_^




Sejak dulu memang sangat suka minum jus, cuman karena malas, akhirnya hanya mengkonsumsi jus kalau lagi makan di rumah makan hehe. Walau sudah menjadi rahasia umum, sebagian rumah makan, berdasarkan pengalaman, kandungan buah malah sangat sedikit. Hanya  didominasi air dan gula bahkan kadang  terasa hambar. 

Jus alpokat



Langkah awal, menyiapkan blendernya dulu, dan alhamdulillah sekarang banyak pilihan blender mini untuk ngejus. Setidaknya solusi untuk mengurangi kemalasan hehe...

Ini juga enak loh. dapat di time line fb


Semoga menjadi kebiasaan yang baik untuk kami, dan bisa istiqomah menjalankannya. Alhamdulillah, suami lebih semangat, jadi saya ketularan semangatnya hehe.
Sedikit-sedikit juga sudah mulai mengkonsumsi infused water dan berharap bisa nyusul suami  mengurangi sedikit demi sedikit porsi nasinya hehe.


Si Kelor yang Kaya Manfaat




Untuk kami di sulawesi, khususnya saya yang berdomisli di Makassar, sayur ini sudah tidak asing lagi. Sayur yang memiliki rasa khas. Walau dimasak sesederhana apapun tetap enak, menurut saya dan tentunya diamini oleh para penikmat sayur daun kelor ini.

Yup daun kelor. Sayur yang malah menjadi buah bibir belakangan ini, setidaknya di medsos, bahwa sayur ini ternyata memiliki banyak manfaat, seperti yang saya kutip dari Wikipedia di bawah ini :

“Penelitian terhadap manfaat tanaman mulai dari daun, kulit batang, buah sampai bijinya, sejak awal tahun 1980-an telah dimulai. Ada sebuah laporan hasil penelitian, kajian dan pengembangan terkait dengan pemanfaatan tanaman kelor untuk penghijauan serta penahan penggurunan di Etiopia, Somalia, dan Kenya oleh tim Jerman, di dalam berkala Institute for Scientific Cooperation, Tubingen, 1993. Laporan tersebut dikhususkan terhadap kawasan yang termasuk Etiopia, Somalia, dan Sudan, karena sejak lama sudah menjadi tradisi penduduknya untuk menanam pohon kelor, mengingat pohon tersebut dapat menjadi bagian di dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan sayuran, bahan baku obat-obatan, juga untuk diperdagangkan. Di kawasan Arba Minch dan Konso, pohon kelor justru digunakan sebagai tanaman untuk penahan longsor, konservasi tanah, dan terasering. Sehingga pada musim hujan walau dalam jumlah yang paling minimal, jatuhan air hujan akan dapat ditahan oleh sistem akar kelor, dan pada musim kemarau “tabungan” air sekitar akar kelor akan menjadi sumber air bagi tanaman lain. Juga karena sistem akar kelor cukup rapat, bencana longsor jarang terjadi.
Bayi dan anak-anak pada masa pertumbuhan dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO untuk mengkonsumsi daun kelor.

 Perbandingan gram, daun kelor mengandung:7 x vitamin C pada jeruk 4 x calcium pada susu 4 x vitamin A pada wortel 2 x protein pada susu 3 x potasium pada pisang

Organisasi ini juga menobatkan kelor sebagai pohon ajaib setelah melakukan studi dan menemukan bahwa tumbuhan ini berjasa sebagai penambah kesehatan berharga murah selama 40 tahun ini di negara-negara termiskin di dunia. Pohon kelor memang tersebar luas di padang-padang Afrika, Amerika Latin, dan Asia. National Institute of Health (NIH) pada 21 Maret 2008 mengatakan, bahwa pohon kelor “Telah digunakan sebagai obat oleh berbagai kelompok etnis asli untuk mencegah atau mengobati lebih dari 300 jenis penyakit. Tradisi pengobatan ayurveda India kuno menunjukkan bahwa 300 jenis penyakit dapat diobati dengan daun moringa oleifera.
Dari hasil analisis kandungan nutrisi dapat diketahui bahwa daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Dengan mengonsumsi daun kelor maka keseimbangan nutrisi dalam tubuh akan terpenuhi sehingga orang yang mengonsumsi daun kelor akan terbantu untuk meningkatkan energi dan ketahanan tubuhnya. "
Waaah…keren,keren,keren.





Selama ini saya hanya mengenal daun kelor sebagai sayur favorit yang tidak bosan untuk dikonsumsi. Dibuat sayur bening biasa, atau dicampur dengan jantung  pisang. Hmmm…how delicious. Ada juga yang mengkonsumsinya dalam bentuk jus. Kalau saya masih belum sanggup. Hiks. Bukan hanya daunnya yang sering dibuat sayur tapi juga buahnya.

Di beberapa tempat malah daun kelor ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi karena digunakan untuk memandikan jenazah atau keyakinan mistis lainnya yakni dipercaya sebagai peluntur susuk. Termasuk di daerah Kalimantan, tempat saya dan keluarga berdomisili saat ini, daun kelor masih dianggap aneh untuk dikonsumsi. Yang mengkonsumsi rata-rata pendatang, apalagi dari Sulawesi seperti saya ^_^

Setelah mencari informasi tentang daun kelor, ternyata sebagian orang sering memperbandingkan daun kelor dengan daun bidara. Bentuknya memang mirip. Hanya saja daun kelor ukuran daunnya lebih kecil dibanding bidara. Bentuk pohon bidara juga sangat rimbun dan melebar sedangkan pohon kelor menjulang ke atas. Perbedaannya lagi, daun bidara daunnya berduri, hati-hati memegang pohon bidara nanti ketusuk.  Dari sisi buah juga beda banget, buah kelor memangjang sedangkan buah bidara bulat-bulat gitu. Yang pasti, persamaan keduanya yakni keduanya tumbuh di samping rumahku hehe…

Daun Bidara dan buahnya

Daun Kelor dan buahnya


Menanam pohon kelor juga sangat mudah, cukup menancapkan batang besarnya, dan rutin menyiram insya Allah tumbuh. Dan menurut info dari Wikipedia di atas, pohon kelor termasuk ‘bandel’ yang sanggup hidup di daerah kering.

Daun kelor bagi saya memang sangat enak untuk dikonsumsi, hanya saja mengerjakannya membutuhkan ekstra kesabaran. Kata suami saya “lama kerjanya, cepat habisnya kalau dimakan” ^_^

Gimana dengan kamu, pernah mengkonsumsi daun kelor ini?

Selasa, 05 Maret 2019

Manajemen dapur


Kalau ditanya, pekerjaan apa yang cukup menyibukkan dan memakan waktu di antara pekerjaan rumah tangga yang lain?? Jawabku ada dua yakni hal-hal yang berurusan dengan dapur dan pakaian.
Yup, pertama dapur dan segala embel-embelnya, memasak, mencuci piring, dan merapikan dapur. 

Kedua, hal-hal yang berhubungan dengan pakaian, memilah pakaian kotor, mencuci, menjemur, melipat dan menyetrika. Baru dipikir sudah capek duluan... hahaha.

Tapi kita harus realistis, pekerjaan ini tak bisa terhindarkan bagi para ibu-ibu rumah tangga, kecuali kalau memiliki asisten rumah tangga. Namun saya memilih untuk mengerjakan semuanya tanpa bantuan art dengan beberapa pertimbangan, kalaupun kalau ada yang didelegasikan yaa... didelegasikan ke anggota rumah tangga yang lain. Cukup.

Di postingan kali ini saya hanya akan membahas tentang salah satu yang menjadi bagian dari point pertama, yakni urusan masak memasak. Untuk yang kedua mungkin suatu saat nanti, saat saya sudah mendapatkan jalan keluar terbaik dan  tersistimatis, tsaaah... Sayangnya sampai saat ini masih trial dan error. Masih belum dapat solusi yang pas, masih sering kewalahan dengan urusan pakaian ini -_-.

Nah, untuk urusan masak memasak, alhamdulillah, selama 3 bulan terakhir ini seolah mendapat angin segar. Dulunya, kegiatan di dapur setiap harinya memakan waktu lama, mulai dari memasak nasi, memotong sayuran, menyiangi dan memotong ikan, dan lainnya. Terutama jika menyiapkan masakan berbumbu, memulainya saja sudah terbayang repotnya hehe...

Namun sekarang, dengan membuat manajemen dapur sendiri melalui beberapa informasi, alhamdulillah waktu di dapur semakin singkat dan semakin menikmati, masakan berbumbu sudah tidak menjadi pikiran... tinggal plung...plung... selesai...

Sebenarnya insiprasi mengatur manajemen dapur saya dapatkan dari kuliah ibu profesional beberapa tahun yang lalu mengenai manajemen menu 10 hari. Memang selama ini sudah diterapkan sedikit demi sedikit sesuai dengan kondisi pribadi namun tetap juga kadang kewalahan dan belum konsisten.
Berikut beberapa point yang saya terapkan :

Menanak nasi

Seperti kebanyakan ibu yang lain, saya pengguna rice cooker dalam menanak nasi. Namun kendalanya kadang waktu yang digunakan cukup lama hingga matangnya. Tidak efektif kalau lagi buru-buru hehe. Dulu, agar matangnya lebih cepat biasanya saya didihkan dulu di atas kompor, tapi resikonya bisa gosong klo lalai, terutama di bagian bawahnya. Jadi, bukan solusi terbaik.

Ramadhan baru-baru ini, saya terinspirasi dengan status seorang teman facebook, yang agak kesiangan bangun sahur padahal belum masak nasi. Akhirnya dia menempuh cara yang menurut saya sangat efektif untuk mempercepat proses menanak nasi, yakni mendidihkan air yang digunakan untuk menanak nasi terlebih dahulu. Alhasil, proses memasak yang biasanya sampai sejam dipersingkat menjadi kurang lebih 15 menit saja. Efektif bukan? Sampai sekarang, klo menanak nasi menggunakan cara ini.

Memasak sayur dan lauk

Selama ini yang cukup memakan waktu adalah tahap persiapannya, oleh karena itu butuh manajemen yang baik agar waktu memasak lebih efektif. Untuk tahapan ini, saya lebih memilih untuk repot di awal.

Waktu ke pasar untuk keluarga saya yaitu pada saat hari libur, maklum selama ini masih bergantung dengan suami untuk mengantarkan ke pasar. Jadi waktu ke pasar yaitu pada saat dia memiliki waktu luang, dan itu hanya pada hari libur.

Jadi saya memilih untuk repot sekali dalam sepekan. Setelah balik dari pasar, tentu banyak belanjaan kan ya. Ikan, sayur dan lainnya. Nah untuk ini ada tahapannya, yuk disimak

Tahap pertama, saya memilih untuk mengerjakan ikan dan teman-temannya terlebih dahulu. Biasanya di pasar, saya meminta tolong penjual ikannya untuk membantu menyisik dan memotong ikan yang cukup sulit untuk di potong dan disisik. Jadi, di rumah cukup membersihkan ikan dan teman-temannya, dan menaruh dalam wadah plastik sesuai jenisnya lalu dimasukkan ke dalam freezer
Tahap kedua
Memotong sayur, terutama sayur yang berdaun. Semua sudah selesai disiangi dan ditempatkan di wadah plastik yang berbeda sesuai jenis sayurannya. begitu juga dengan tahu, sudah diiris terlebih dahulu lalu ditempatkan dalam wadah palstik lalu dimasukkan dan ditata dalam kulkas.
Menyimpannya dalam keadaan kering alias belum dicuci. Dicuci saat akan dimasak saja. Setidaknya mencegah sayuran cepat membusuk.
Untuk tomat, cabe dan semacamnya yang belum diolah, biasanya saya juga tempatkan di wadah yang sebelumnya dialasi tisu terlebih dahulu.

Tahap ketiga

Membuat bumbu dasar merah, putih, dan sambel.
Menurutku, membuat bumbu adalah proses yang paling memakan waktu lama. Mengupas bawang, mengiris cabe, memblender dst. Jadi, agar prosesnya lebih cepat biasanya di pasar saya memilih untuk membeli bawang merah dan bawang putih kupas sesuai kebutuhan, tidak lupa juga membeli yang utuh tentunya karena kadang butuh yang fresh.

Bumbu dasar merah ala saya, sederhana saja. Cukup kombinasi bawang merah, bawang putih, dan cabe merah. Tumis hingga matang dan layak untuk disimpan dalam jangka waktu beberapa hari, paling minimal sepekan.

Bumbu dasar putih juga sederhana, cukup dengan memblender bawang merah dan putih, dengan komposisi bawang putih lebih banyak dari bawang merah dan ditumis bersama merica. Selesai.

Untuk Sambel, cukup memblender lombok kecil dan kemiri dengan sedikit tomat, lalu ditumis dan disimpan dalam kulkas. Kalau butuh sambel tumis, cukup menambahkan tomat, irisan bawang, dan gula garam. Selesai.

Silahkan dikembangkan berdasarkan selera masing-masing. Kalau saya ingin bumbu yang lebih komplit, tinggal menambahkan bumbu dasar tersebut dengan bumbu lainnya misalnya geprekan sereh, lengkuas, jahe, dsb. Apalagi sekarang sudah lebih banyak bumbu dalam bentuk bubuk misalnya ketumbar bubuk. Alhamdulillah semakin membantu.

Dengan konsisten menerapkan 3 tahapan tersebut, alhamdulillah waktu di dapur semakin efektif, kulkas juga semakin tertata rapi, tidak semrawut dan mudah dibersihkan. Proses memasak tinggal plung-plung, yang dulunya memasak bisa sampai sejam. Sekarang dengan 15 menit sudah bisa terhidang. Memasak masakan berbumbu, tidak lagi menjadi masalah.
Untuk menu, masih suka-suka.


Semoga postingan ini bermanfaat. Sekedar berbagi ^_^

Paser, 6 Maret 2019

Sayur yang telah dipotong-potong ditaruh dalam wadah plastik

Kulkas kelihatan lebih tertata rapi

Siap mengolah bumbu

stok freezer, ikan dan teman-temannya yang sudah dipotong-potong




Manajemen kresek


Apa saya saja yang berpikiran manajemen kresek itu penting??

Bagi seorang ibu rumah tangga, berinteraksi dengan yang namanya kantung plastik (kresek) itu sangat sering kan ya, terutama setelah berbelanja. Mulai dari ukuran yang kecil hingga yang paling besar.

Terus terang selama ini kepikiran, melihat kresek yang bertambah setiap waktu. Walapun kita sudah berusaha menguranginya, tetap saja bertambah -_-.

Disimpan di wadah tertentu agar lebih rapi, tapi saat dibutuhkan, dibongkar lagi untuk mencari ukuran yang sesuai. Akhirnya berantakan kembali. Begitu seterusnya.

Sebenarnya sudah dari duluuuuuuu ingin mengatur kresek-kresek ini, ada sih salah satu cara menyimpan kresek yang beredar di sosmed yakni dengan menaruhnya dalam wadah seperti tempat tisu dan klo dibutuhkan tinggal menariknya selayaknya selembar tisu. Pernah dicoba, tapi kekuarangannya, kresek-kresek itu menjadi tidak rapi kelihatannya. Padahal kan, lebih nyaman menggunakan kresek yang lebih rapi. Itu menurut saya loh ya.

Salah satu cara agar dia rapi menurut saya yaitu melipatnya dengan rapi. Kurang kerjaan banget ya, pakaian yang bertumpuk masih menjadi pikiran, ini kresek segala yang mau dilipat rapi hahaha...

Akhirnya, saya mencoba meluangkan satu waktu untuk menangani kresek-kresek ini, walau pekerjaan rumah sedikit terbengkalai. Lagian tidak setiap hari juga urusan kresek ini.

Tahapan pertama yang kulakukan adalah menyusun lembaran-lembaran kresek ini sesuai ukurannya sebelum melipatnya.

Tahapan kedua, melipat kresek-kresek tersebut dengan cara tertentu hingga tidak mudah terbongkar lipatannya (cara ini terinspirasi dari mertua).

Tahap terakhir yakni menaruh kresek tersebut di wadah berbeda sesuai klasifikasi ukurannya. Saya membaginya menjadi size XS, S, M, L dan XL (kayak size pakaian saja hehe).




Walaupun sangat melelahkan saudara-saudara, karena kresek ini lumayan banyak. Namun setelahnya, saya sangat lega. Tidak lagi melihat kresek yang bertumpuk yang menurut saya sangat merusak pemandangan, tidak lagi membuka lipatan kresek untuk mencari ukuran yang diinginkan karena semua sudah diklasifikasikan sesuai ukuran. Dan yang lebih penting, setelah itu saya lebih memeperhatikan masalah kresek, kresek baru segera dilipat dan tidak dibiarkan begitu saja (kebayang kalau harus mengatur tumpukan kresek lagi). Kresek yang sekiranya masih bisa digunakan dan agak kotor seperti bekas sayuran dicuci terlebih dahulu kemudian dijemur untuk dikeringkan (terinspirasi dari kakak ipar ^_^).

Repot? Nggak kok. Coba deh tips sederhana ini. Atau ada cara yang lebih efektif? Sharing yuk!

Update :

Alhamdulillah sekarang sudah mulai mengurangi penggunaan kresek, seiring dengan kampanye mengurangi sampah plasti dimana-mana. Ke pasar menggunakan keranjang belanja sendiri dan berusaha menggunakan kresek bekas jika diperlukan.

Ke minimarket juga berusaha membawa kantung kain sendiri, begitupula jika ingin membeli makanan jadi. Sebisa mungkin menggunakan wadah sendiri. Kecuali lupa membawa dari rumah -_-
Belum maksimal sebenarnya, tetapi setidaknya sudah mulai mengurangi sedikit demi sedikit.

Paser, 6 Maret 2019