Masih tersimpan
di ingatan ketika bapak akan sangat marah jika kami anak-anaknya lebih memilih
untuk makan di depan televisi atau di ruang lainnya daripada berkumpul di depan
meja makan. Beliau menginginkan kami anak-anaknya makan di depan meja makan di saat
kami semua berkumpul di rumah, dan seringnya pada moment makan malam karena
pada saat itu anggota keluarga tidak dalam aktifitas di luar rumah.
Sewaktu itu kami merasa hal itu berlebihan (maklum masih remaja), terserah kita kan ya
mau makan dimana, pikir kami saat itu. Ternyata hal itu baru terasa ketika saya
sudah menikah. Setelah menikah, boleh dikatakan kami (saya dan suami, karena
waktu itu belum ada anak-anak) bisa makan apa saja, makanan yang menurut kami
makanan spesial sewaktu di rumah masing-masing (ayam, udang, kepiting, dll)
sangat mudah kami nikmati. Tapi saya merasa heran, kok terasa ada yang hilang
ya?? Padahal cara masak dan bumbunya sama. Lagi pula sebelum menikah saya yang
paling sering membantu ibu di dapur.
Setelah merenung,
ternyata saya menemukan jawabannya. Dan jawabannya adalah moment “makan
bersama”lah yang membuat makanan yang ada terasa lebih nikmat.
Makanan waktu itu memang bisa dikatakan apa adanya, tidak ada yang istimewa dalam tiap menunya, hanya menu keseharian, sayur, ikan “pa’lu mara” (ikan khas bugis Makassar yang dimasak dengan kunyit asam), satu telur dadar dibagi rata, setiap orang mendapat jatah yang sama tiap irisnya karena saya bersaudara berjumlah delapan orang (bisa dibayangkan kan ramenya..hehe), kalau tidak dibagi salah satunya akan protes dan bisa membuat suasana makan akan sangat gaduh.
Begitu juga jika ibu dan bapak yang kebetulan mereka membuka usaha warung makan di salah satu universitas swasta di Makassar dan salah satu menunya adalah bakso, membawa sisa bakso setiap hari sabtu malam karena besoknya libur hari Ahad. Beberapa biji bakso yang juga harus terbagi rata dan seperti biasa sayalah yang menjadi petugas pembagi. Kalau saya ingat-ingat, setiap anak seringnya mendapatkan satu setengah biji bakso…hehe
Moment sederhana
tapi takkan terlupa, dengan moment tersebut secara tidak sadar menumbuhkan rasa
kebersamaan antar anggota keluarga dan menjadikan kami cenderung terbiasa untuk
berbagi… kalaupun pada siang hari kami tidak bersamaan berada di rumah yang
otomatis tidak dalam waktu bersamaan untuk menikmati makan siang, tapi yang di
depan tidak akan melupakan yang di belakang, selalu ada jatah untuk yang makan
belakangan.
Oleh karena itu,
kami ingin kebersamaan itu ingin tertularkan kepada anak-anak. Kami membiasakan
anak-anak untuk makan bersama. Biarkan mereka merasakan nikmat dan hikmah
berkumpul di depan meja makan, makan sambil berbincang diselingi tawa canda di
sela-sela santapan. Bahkan ada salah diantara keluarga yang memanfaatkan moment makan bersama sebagai
sarana berkumpul dan mendelegasikan tugas pada anggota keluarga, istilahnya
musyawarah santai keluarga.
Moment makan
bersama, tidak hanya saya rasakan di keluarga. Salah satu moment tak terlupa
sewaktu menjalani masa-masa kuliah. Saya dan teman-teman lintas fakultas di
salah satu universitas negeri di Makassar yang tergabung dalam organisasi
dakwah kampus, sering menghabiskan waktu di sela-sela jeda perkuliahan di salah
satu mushalla, dengan sekretariat kecil di sampingnya. Salah satu moment
kebersamaan tadi yakni terkadang patungan membeli nasi bungkus yang seporsinya
cukup besar. Satu nasi bungkus terkadang dinikmati sampai 5 orang atau lebih.
Jika dibagi perorang tentu nasi tersebut porsinya sangat kurang, tapi herannya
kami selalu merasa kekenyangan. Berkah makan bersama ^_^
Dari Wahsyi bin harb, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya para sahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan tapi tidak merasa kenyang?", Beliau bersabda, "Mungkin karena kalian makan secara terpisah-pisah (sendiri-sendiri)?". Mereka menjawab, "Ya benar". beliau bersabda, "Hendaklah kalian bersama-sama ketika makan, dan sebutlah nama Allah atasnya maka kalian akan mendapat berkah padanya". (H.R Abu Daud: 3764, Ibnu Majah: 3286, Ahmad: III/501, Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Berkata syaikh Al-Albaniy: hasan)
Dalam hadits yang
lain, dari Jabir, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Makanan untuk seseorang cukup untuk dua orang, makanan untuk berdua cukup
untuk berempat dan makanan untuk berempat cukup untuk berdelapan orang”. (HR.
Muslim:2059)
Sumber gambar : http://www.barnabasoley.cambs.sch.uk
Kebersamaan bersama keluarga itu membuat hati ini bahagia sekali ya :)
BalasHapusIya mbak Titis, makasih sudah mau mampir :)
HapusMakin jarang keluarga2 yg makan bersama dalam satu meja atau tikar. Padahal menyenangkan banget.
BalasHapusBanget mbak Lusi :)
Hapus