Minggu, 16 Februari 2014

Hidayah Bukan di Tangan Kita

air
Kita harus berusaha semaksimal mungkin. Kita harus menuntun anak ke jalan hidayah . Hiasilah diri dengan ilmu dan keshalihan! Curahkan segenap kemampuan! Didiklah anak dengan penuh kesungguhan. Siapa yang menebar benih, ia akan memanen hasilnya.

Namun kita harus tetap sadar bahwa hidayah bukan di tangan kita. Pemberi hidayah hanya Allah semata.

Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya pula.

Jika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, hamba yang paling bertaqwa, tak mampu memberikan hidayah pada paman beliau tercinta, lalu bagaimana pula kita?

Apa arti keshalihan kita dibandingkan Nabi Nuh ‘alaihissalam ..

Kalau beliau saja tak mampu memberi hidayah kepada anaknya tercinta, lalu bagaimana pula kita?

Di saat air bah melanda, Nuh ‘alaihissalam bersikukuh mengatakan kepada anaknya :

“Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir” (Q.S. Huud: 42)

Namun Allah subhaanahu wa ta’aala tidak berkenan memberi petunjuk kepada anaknya tersebut. Anak itu berkata :

“Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah” (Q.S. Huud : 43)

Kemudian ayahnya berkata :
“Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Q.S. Huud:43)

Ketika itu rasa sayang seorang bapak terhadap anaknya menguasai diri nabi Nuh, beliau berseru :

“Ya Rabbi, Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku. dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.” (Q.S. Huud : 45)

Namun Allah subhaanahu wa ta’aala memperingatkan Nuh ‘alaihissalam :

“Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguh (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Q.S. Huud:46)

Kemudian Nabi Nuh ‘alaihissalam meminta maaf seraya berkata :

“Ya Rabbi, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu sesuatu yang tiada mengetahui (hakekat)nya. dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (Q.S. Huud:47)

Kisah ini semakin menyadarkan kita bahwa yang mampu memberi hidayah kepada kita dan anak-anak kita hanyalah Allah. Kita hanya  bisa berusaha dan memohon hidayah itu kepada-Nya.

Maka selayaknya setiap saat kita harus merasa membutuhkan  di hadapan-Nya. Setiap usaha dan jerih payah yang kita kerahkan untuk mengasuh dan mendidik mereka agar menjadi anak shalih, hendaknya kita iringi dengan permohonan yang tulus kepada-Nya. Ikhlaskan segala kerepotan kita. Semoga Allah shallallaahu 'alaihi wasallam cukupkan kerepotan itu sampai disitu saja. Tidak berlarut-larut hingga akhirat. Sebab di hari kiamat setiap kerepotan tak dapat diselesaikan, kecuali kalau kita mendapat syafa'at.


Di saat engkau menyuapkan makanan untuknya, mohonlah kepada Allah agar setiap makanan yang mengalirkan darah di tubuh mereka akan mengokohkan tulang-tulang mereka membentuk daging mereka dan membangkitkan jiwa mereka sebagai pemolong-penolong agama Allah subhaanahu wa ta'aala. Semoga dengan itu, setiap suapan yang masuk ke mulut mereka akan membangkitkan semangat dan meninggikan martabat. Mereka bersemangat untuk senantiasa menuntut ilmu, menunaikan amanah dan meninggikan kalimat Allah.

Penuhi hatimu dengan akhirat, karena amalan itu tergantung kepada niatnya.

Jika di ruang batinmu adalah dunia, maka ketika engkau mengajarkan agama sekalipun, dunia yang sampai kepada mereka. Kita ajarkan aneka do'a, tapi yang mereka harap dari do'a itu adalah dunia. Mereka rajin berpuasa senin dan kamis, tapi mereka menahan lapar dan dahaga bukan karena mencintai sunnah nabi, melainkan agar hajat-hajat dunia tercapai dan harapannya terkabul.

Sebaliknya jika yang ada di ruang batinmu adalah harapan pada kehidupan yang kekal di akhirat, insya Allah kemanapun mereka menghadapkan wajah kepada Allah subhaanahu wa ta'aala . Inilah yang akan mengawal mereka , mengawasi perbuatan dan menjaga tindak-tanduk mereka. Inilah sebaik-baik pengawasan.

Setiap kali ada sesuatu yang engkau inginkan dalam kehidupan, maka bisikkanlah pada mereka pengharapanmu kepada Allah, sehingga mereka akan dapat merasakan sepenuh jiwa bahwa hanya kepada Allah tempat kita meminta. Sesungguhnya anak-anak yang kuat jiwanya adalah mereka yang meyakini janji Allah subhaanahu wa ta'aala.

Wahai para pendidik, ikhlaskanlah niatan hatimu semata-mata mengharap ridha Allah Yang Maha Pemurah



sumber: Mencetak Generasi Rabbani, Ummu & Abu Ihsan Al Atsari

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Syukron telah membaca postingan kami, silahkan meninggalkan komentar ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...