Minggu, 23 Februari 2014

Diare dan Dehidrasi pada anak (1)

Diare DehidrasiTerinspirasi dari anak kami yang kedua yang beberapa hari lalu mengalami dehidrasi berat setelah diare, kali ini kami ingin berbagi sedikit mengenai diare dan dehidrasi.

Kata Diare maupun dehidrasi adalah dua kata yang mungkin sudah sering terdengar di telinga kita. Disamping itu, kedua kata tersebut memiliki hubungan yang erat serta membutuhkan perhatian jika keadaan tersebut terjadi di sekitar kita.
Defenisi

Diare adalah perubahan pola defekasi (buang air besar) yakni pada bentuk atau frekuensinya dimana bentuk feses (tinja) berubah menjadi lunak atau cair, atau frekuensinya yang bertambah menjadi lebih dari tiga kali dalam sehari.

Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali dalam sehari.
Dehidrasi adalah keadaan dimana terjadi kehilangan cairan tubuh total yang berakibat gangguan pada tubuh sesuai dengan berat ringannya dehidrasi yang terjadi.

Pembagian diare berdasarkan onset kejadiannya

Diare Akut yaitu diare yang berlangsung mendadak dan singkat yakni kurang dari 15 hari.
Diare Kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 15 hari, terus menerus ataupun tidak.


Beberapa penyebab diare pada anak:

- Infeksi pada saluran cerna (Bakteri, Virus, Parasit)
- Infeksi di luar saluran cerna (Infeksi Telinga, Saluran Napas, Kulit)
- Intoleransi/malabsorbsi (Laktosa, Protein, Karbohidrat, Lemak)
- Tidak cocok oleh makanan yang dikonsumsi
- Efek samping dari obat
- Penggunaan Antibiotik yang lama
- Gangguan pada saluran cerna


Mengapa diare butuh perhatian?

Sebanyak 1-2 % dari penderita diare jatuh ke dalam dehidrasi dan jika tidak mendapatkan pertolongan dengan segera, sekitar 50 – 60 % diantaranya dapat meninggal. Inilah yang menjadi penyebab angka kematian anak dibawah lima tahun sekitar 350.000 – 500.000 anak setiap tahunnya.
Di negara berkembang, kasus diare sangat bervariasi sesuai dengan usia. Tetapi umumnya kasus tertinggi terjadi pada usia dua tahun pertama dan akan menurun seiring dengan pertambahan usia anak. Walau demikian, masih merupakan penyebab kematian yang tinggi di negara berkembang. Untuk di Indonesia, angka kejadian diare masih tinggi di sebagian besar wilayah dengan angka kesakitan sekitar 4 % dan angka kematian sekitar 3,8 % (tahun 2001), dan pada bayi menempati urutan tertinggi penyebab kematian dari seluruh kematian bayi yakni 9,4 %.



Klasifikasi tingkat dehidrasi anak yang diare
Klasifikasi di bawah ini dapat kita gunakan sebagai pedoman dalam menentukan tingkat dehidrasi pada anak yang diare:

KlasifikasiTanda-tanda atau Gejala
Dehidrasi BeratTerdapat dua atau lebih tanda-tanda di bawah ini:
§ Letargis/tidak sadar
§ Mata cekung
§ Tidak bisa minum atau malas minum
§ Cubitan kulit perut kembali sangat lambat
Dehidrasi Ringan – sedangTerdapat dua atau lebih tanda di bawah ini:
§ Rewel, gelisah
§ Mata cekung
§ Minum dengan lahap, haus
§ Cubitan kulit kembali lambat
Tanpa dehidrasiTidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat
(Sumber: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit – WHO)

Selain dari klasifikasi di atas, sebaiknya ibu juga dapat memantau (menghitung) denyut nadi (jantung) anak dan frekuensi napasnya dalam semenit. Hal ini bermanfaat untuk menilai apakah dehidrasi anak mengalami perbaikan atau tidak. Sedikit yang dapat dijadikan patokan adalah untuk denyut nadi tidak lebih dari 140 kali per menit dan frekuensi napas tidak lebih dari 40 kali per menit, karena keadaan ini biasanya sudah mengarah ke dehidrasi berat.


Penatalaksanaan Diare

Tatalaksana Diare bergantung pada faktor penyebab dan tidak semata-mata berdasarkan keluhan atau gejala yang tampak.

Berikut beberapa gambaran singkat:

Untuk diare akibat Infeksi kita mesti melihat apakah karena virus, bakteri, atau parasit. Yang terbaik adalah dengan analisis feses, tapi ini hanya dapat dilakukan di Rumah Sakit (RS) itupun biasanya hanya di RS Pendidkan.

Sedikit gambaran, biasanya diare pada anak adalah infeksi virus yang tidak memerlukan penggunaan obat diare selain cairan pengganti (oralit) karena sifat diare akibat virus adalah dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting dissease) dan biasanya perlangsungannya hanya sebentar.

Walaupun diare akibat infeksi virus dapat sembuh dengan sendirinya, yang patut kita perhatikan adalah jangan sampai anak menjadi dehidrasi apalagi dehidrasi berat sehingga harus segera mendapatkan penanganan yang tepat.

Untuk diare akibat bakteri atau parasit, penanganan yang diberikan selain terapi suportif/cairan (oralit) maka akan diberikan antibiotik yang sesuai. Curiga infeksi bakteri atau parasit jika pada feses terdapat darah, berbau sangat menyengat, seperti air perasan beras. Sebaiknya segera periksakan ke dokter atau ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk diare akibat infeksi pada bagian tubuh yang lain (infeksi parenteral), penanganannya dengan mengatasi penyakit utamanya. Misalnya pada infeksi telinga tengah (OMA) yang ditandai keluarnya cairan berwarna (hijau atau kuning) pada telinga, sering anak juga disertai diare sehingga yang perlu diobati adalah penyakit utamanya sehingga sebaiknya anak diperiksakan ke dokter.

Untuk diare akibat Intoleransi / malabsorbsi, biasanya dapat kita ketahui dengan melihat riwayat sebelum anak diare yakni pada saat anak baru mendapatkan susu formula (SF) atau makanan pendamping ASI (MP ASI) lainnya atau setelah mengganti dengan SF yang baru.

Keadaan ini mungkin saja penyebabnya adalah Intoleransi atau Malabsorbsi. Yang dapat anda lakukan pertama adalah dengan menghentikan sementara pemberian SF atau MP ASI anak yang diare. Selain itu dapat juga dicoba mengganti SF dengan yang Low Lactose Milk (LLM) , Non Lactose Milk (NLM), atau Susu Kedelai.

Sama halnya dengan Intoleransi/Malabsorbsi, tidak cocok dengan makanan yang dikonsumsi oleh anak/bayi juga dapat menyebabkan diare dan dan sering dapat diketahui dari riwayat makanan yang dimakan sebelum diare.

Misalnya beberapa ibu sudah memberi bayinya makanan (pisang yang dihaluskan) padahal belum berumur 6 bulan dengan alasan ASI tidak cukup atau bayinya masih kelaparan. Setelah pemberian makanan tadi biasanya si bayi jadi diare.

Untuk keadaan ini sebaiknya pemberian makanannya dihentikan dan kembali memaksimalkan ASI atau jika bayinya sudah berumur 6 bulan maka pemberian makanan dapat dihentikan sementara dan dicoba diberikan lagi nanti dengan porsi yang dikurangi.

Anak dapat diare jika minum obat boleh jadi karena efek samping obat atau anak yang tidak tahan dengan obat yang dikonsumsi. Pada keadaan ini harus dilihat obat yang dikonsumsi. Jika obat tersebut merupakan obat yang memang harus dikonsumsi karena penyakit yang diderita maka tetap dilanjutkan sambil dipantau, apabila tetap diare mungkin sebaiknya anda berkonsultasi dengan dokter yang memberi obat apakah obat dapat dilanjut atau diganti dengan yang lain.

Jika anak mengalami diare kronik, mungkin sebaiknya anak diperiksakan ke dokter spesialis anak karena bisa saja terdapat gangguan pada saluran cerna anak yang dapat diketahui dengan pemeriksaan yang lebih lengkap.

Apa yang dapat dilakukan di rumah jika anak diare tanpa dehidrasi? bersambung…

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Syukron telah membaca postingan kami, silahkan meninggalkan komentar ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...