Kamis, 02 Januari 2014

Keutamaan Bulan Muharram

keutamaan bulan MuharramMuharram… Saat ini kita sudah mulai memasukinya, tepatnya di tahun 1433H.
Sudah berlalu tahun-tahun sebelumnya…namun selalu menyisakan tanya, apa telah banyak bekal yang berarti untuk akhirat kita??
Yah, itu hanya bisa dijawab oleh diri kita masing-masing…

Muharram… adalah bulan pembuka di tahun hijriyah, tahun baru untuk segenap kaum muslimin.
Memang… penanggalan hijriyah, bukanlah penanggalan yang dipakai oleh sebagian besar masyarakat kita karena selama ini semua aktivitas selalu didasarkan pada penanggalan Masehi. Saat ditanya, “Tanggal berapa sekarang?”….sudah bisa ditebak, semua pasti bisa memberikan jawaban…Namun jika ditanyakan, “Tanggal berapa hijriyah sekarang”…hanya segelintir yang bisa menjawabnya. Tahunnya pun sering lupa-lupa ingat…
Introspeksi diri sebagai muslim, termasuk diri saya sendiri yang tidak luput dari hal itu
Padahal, penanggalan hijriyah tidak lepas dari aktifitas ibadah kita sebagai kaum muslimin.  Sebut saja diantaranya ibadah puasa, penentuan awal Ramadhan, puasa 3 hari dalam sebulan (bulan yang dimaksud adalah bulan hijriyah), keutamaan puasa di bulan-bulan tertentu (lagi-lagi bulan hijriyah), pelaksanaan haji. serta seluruh ibadah kaum muslimin itu didasarkan pada penanggalan hijriyah.

Sejarah penanggalan Hijriyah

Sebelum penanggalan hijriyah ditetapkan, masyarakat Arab dahulu menjadikan peristiwa-peristiwa besar sebagai acuan tahun. Tahun renovasi Ka’bah misalnya, karena pada tahun tersebut, Ka’bah direnovasi ulang akibat banjir. Tahun fijar, karena saat itu terjadi perang fijar. Tahun fiil (gajah), karena saat itu terjadi penyerbuan Ka’bah oleh pasukan bergajah. Oleh karena itu kita mengenal tahun kelahiran Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dengan istilah tahun fiil/tahun gajah. Terkadang mereka juga menggunakan tahun kematian seorang tokoh sebagai patokan, misal 7 tahun sepeninggal Ka’ab bin Luai.” Untuk acuan bulan, mereka menggunakan sistem bulan qomariyah (penetapan awal bulan berdasarkan fase-fase bulan)
Sistem penanggalan seperti ini berlanjut sampai ke masa Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dan khalifah Abu Bakr Ash-Sidiq radhiyallahu’anhu. Barulah di masa khalifah Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu, ditetapkan kalender hijriyah yang menjadi pedoman penanggalan bagi kaum muslimin.
Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab dan para sahabat, muncul beberapa usulan mengenai patokan awal tahun.
Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutus Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang mana mereka memulai hitungan penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu’alaihiwasalam ke kota Madinah. Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Hati Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini,
”Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu mengutarakan alasan.
Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun. Landasan mereka adalah firman Allah ta’ala,
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيه َ
Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. (QS. At-Taubah:108)
Para sahabat memahami makna “sejak hari pertama” dalam ayat, adalah hari pertama kedatangan hijrahnya Nabi. Sehingga moment tersebut pantas dijadikan acuan awal tahun kalender hijriyah.
Perbincangan berlanjut seputar penentuan awal bulan kalender hijriyah. Sebagian sahabat mengusulkan bulan Ramadhan. Sahabat Umar bin Khatab dan Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram.
“Sebaiknya dimulai bulan Muharam. Karena pada bulan itu orang-orang usai melakukan ibadah haji.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu.
Akhirnya para sahabatpun sepakat.

Alasan lain dipilihnya bulan muharam sebagai awal bulan diutarakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah,
“Karena tekad untuk melakukan hijrah terjadi pada bulan muharam. Dimana baiat terjadi dipertengahan bulan Dzulhijah (bulan sebelum muharom). Dari peristiwa baiat itulah awal mula hijrah. Bisa dikatakan hilal pertama setelah peristiwa bai’at adalah hilal bulan muharam, serta tekad untuk berhijrah juga terjadi pada hilal bulan muharam (red. awal bulan muharam). Karena inilah muharam layak dijadikan awal bulan. Ini alasan paling kuat mengapa dipilih bulan muharam.” (Fathul Bari, 7/335)
Dari musyarah tersebut, ditentukanlah sistem penanggalan untuk kaum muslimin, yang berlaku hingga hari ini. Dengan menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun dan bulan muharam sebagai awal bulan. Oleh karena itu kalender ini populer dengan istilah kalender hijriyah.
Cukuplah hadist dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الحَرَامُ وَ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةِ صَلاَةُ اللَّيْل

“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R. Muslim)

Dalam hadist tersebut bulan Muharram disebut syahrullah (bulan Allah), hal ini menjadi keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafadz Allah (lafdzul jalalah).
Para ulama menyebutkan jika sesuatu disandingkan pada lafdzul jalalah memiliki makna tasyrif pemuliaan. Misalnya saja baitullah, Rasulullah, nabiyullah, khalilullah, dsb.

Sunnah berpuasa di bulan Muharram

Selama ini dikenal sebagai puasa Asy-Syuro. Asy-Syuro berasal dari kata Asyarah yang berarti sepuluh.
Diantara hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan puasa di bulan ini.

Diriwayatkan dari Abu Qatadah رضي الله عنه, Rasulullah صلي الله عليه وسلم, bersabda:

صِيَامُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَيْ اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَـبْلَهُ

“Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Abbas رضي الله عنها berkata :

مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّي اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّي صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَي غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ

"Aku tidak pernah melihat Rasulullah صلي الله عليه وسلم, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas رضي الله عنها berkata : Ketika Rasulullah صلي الله عليه وسلم. berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah pun bersabda :"Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“ (H.R. Bukhari dan Muslim)

Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas رضي الله عنها, Rasulullah صلي الله عليه وسلم. bersabda : "Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“

Dari hadits di atas sudah cukup gamblang dijelaskan tentang sunnahnya bepuasa pada bulan ini. Adapun ibadah-ibadah selainnya, tidak ada yang khusus pada bulan ini.

Apalagi jika dikaitkan dengan tradisi masyarakat, misalnya seakan-akan “diwajibkan" pada bulan ini membeli barang-barang yang baru, membuat bubur syuro dan sebagainya, atau mengadakan riutl-ritual tertentu yang terkadang “nyerempet” ke arah kesyirikan.

Saya pernah berbelanja di salah satu toko perlengkapan alat rumah tangga, ada beberapa yang kami butuhkan sebelum berpindah ke rumah yang baru. Setelah memilih beberapa barang yang dibutuhkan, kamipun menuju ke kasir untuk melakukan transaksi pembayaran. Sesampai di sana kami cukup dikagetkan dengan panjangnya antrian, sampai-sampai ada tambahan kasir “dadakan”. Barulah kami sadar, oooo... karena hari ini 10 Muharram, kami memang tahu waktu itu tanggal 10 Muharram, tapi yang kami tahu adalah berpuasa pada hari itu…kami betul-betul lupa kalau ada tradisi masyarakat untuk berbelanja…
Tapi apa hendak dikata, kami terlanjur terjebak oleh panjangnya antrian, yang membuat kerepotan karena kami membawa serta anak-anak untuk ikut bersama kami. Qadarullah

Padahal, kami belum tahu (atau ada yang bisa memberi tahu) dalil tentang disunnahkannya tradisi tersebut… Wallaahu a’lam
************

Insya Allah, tanggal 9, 10, 11 Muharram semakin dekat. Persiapkan diri-diri untuk berpuasa pada hari itu. Jangan sia-siakan moment dihapuskannya dosa setahun sebelumnya  pada hari itu.
Yang perlu digaris bawahi bahwa dosa yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa besar terhapus dengan taubatan nasuha


Fastabiqul Khairat!!


Referensi : www.muslim.or.id
Sumber gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLAd0B5F_z-rODnZOgPVuKG-kJeFJvTYpL6HL8nfUSZfUD15B9Wyg_t4FBz7K2Z41xYKht-nsWRrTSGiq_y19e4_ljk6jMfdalAdmYy4-CRR6qy7qaYXw6fJ3FQR-9X8MO6OibxC5ULu0/s1600/muharram.gif

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Syukron telah membaca postingan kami, silahkan meninggalkan komentar ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...