Rabu, 03 Desember 2014

Solusi mengendalikan emosi


Judul Buku : Ayo Marah, Buku Komplit Manajemen Marah
Penulis : Irawati Istadi
Penerbit : Pustaka Inti
Cetakan: Pertama, Agustus 2010
Ketebalan : 212 + 12 halaman
Ukuran : 16 x 24 cm

Buku ini adalah buku ketiga yang saya baca dari buku Irawati Istadi. Satu hal yang saya sukai dari gaya kepenulisan ibu Irawati Istadi adalah tulisan yang mengalir, sarat akan ilmu, hikmah dan nasihat namun tidak terkesan menggurui, ditambah lagi bahwa tulisan yang ada dalam buku ini merupakan implementasi dari pengalaman pribadi penulis. 

Seperti dituliskan pada pengantar penulis bahwa sifat emosional (pemarah) merupakan sifat dasar dari penulis, namun penulis menyadari bahwa sifat pemarah yang cenderung destruktif ternyata berdampak negatif untuk tumbuh kembang putrinya yang menjadi tak terkendali dan cenderung mengikuti sifat pemarah dari ibunya. Setelah itu dia bertekad untuk berubah dan melakukan terapi khusus untuk menghilangkan kebiasaan marah. Dan hal itu tidak berjalan dalam waktu singkat, penulis membutuhkan waktu 4 tahun untuk bisa terlepas dari lingkaran “kemarahan” tersebut.                                    

Buku ini tidak menyuruh kita menahan marah secara total. Namun, buku ini mengingatkan kita untuk memilih waktu dan cara yang tepat untuk marah. Bukan marah yang sekedar marah. Karena ternyata sebuah kemarahan yang tidak dikendalikan akhirnya justru akan membawa keburukan.
Marah tidak selamanya salah, marah juga kadang-kadang diperlukan untuk menjadi solusi terhadap suatu masalah yang selanjutnya di dalam buku ini disebut marah positif (hal.10)

Salah satu dampak negatif dari amarah ini adalah ketaatan semu. Banyak orang tua menyangka bahwa marah seakan-akan satu-satunya cara yang efektif untuk mendidik anak, karena dengan menggunakan kemarahan, anak bisa dibuat patuh dan mengikuti perintah orang tua. Orang tua merasa yakin telah menemukan kcara yang tepat untuk mengubah anak menjadi lebih baik.

Padahal, hal ini bisa memicu masalah baru yakni kepatuhan anak-anak itu adalah semu belaka. Anak-anak berpura-pura patuh untuk menghindari efek kemarahan yang lebih besar lagi yang harus ia terima. Maka kepura-puraan itu pasti ada batasnya. Suatu saat, ketika anak sudah merasa kuat untuk membangkang, ketika ada kesempatan luang, atau ketika orang tua sedang tidak memiliki waktu untuk marah, anak punya kesempatan dan keinginan untuk melakukan pembangkangan. (hal.21)

Penulis juga ingin meluruskan persepsi sebagian besar kita bahwa sifat marah bukanlah disebabkan karena keturunan tapi pola asuhnyalah yang memberikan peran terpenting. Pengalaman hidup anaklah yang mengajarkan kepadanya  bagaimana menyalurkan emosi (marah). Baik pola asuh yang terbentuk dari didikan orang tua secara langsung maupun pengaruh lingkungan, tempat tinggal misalnya. Maka saran dari penulis untuk serta merta memilih lingkungan yang baik bagi perkembangan anak.

Potensi karakter yang dimungkinkan menurun tersebut adalah seperti tingkat agresifitas seseorang. Ayah yang agresif bisa menurunkan agresifitasnya kepada anaknya. Namun, perlu diingat bahwa agresif belum tentu berkonotasi negative. Potensi agresif bisa saja diarahkan pada hal-hal postif dan akan menghasilkan prestasi yang luar biasa.(hal.35)

Lagi-lagi Golden Age

Nampaknya memang penulis menaruh perhatian khusus pada masa golden age. Penulis selalu menyediakan ruang khusus untuk masa-masa Golden Age, yakni masa 5 tahun pertama pada anak karena pada masa-masa itulah perkembangan otak anak 80% dari sempurna. Begitu juga di buku-buku sebelumnya. Pembahasan mengenai golden age juga pernah saya bahas di postingan ini.

Dalam buku ini, penulis menjabarkan pemicu kemarahan di usia golden age, diantaranya sifat egosentrisme serta meniru orang lain. Selanjutnya penulis melanjutkannya dengan bagaimana mengawal proses pengendalian marah pada masa-masa tersebut. (51-57)

Setelah membahas satu persatu mengenai pemicu kemarahan tersebut, penulis kemudian memberikan solusi dalam mengendalikan kemarahan dengan memberikan penjelasan tentang bagaimana cara marah yang efektif, serta bagaimana tuntunan marah dalam Islam. Semua dikupas tuntas dalam hal 59-117.

Awalnya saya menyangka bahwa penulis hanya memaparkan kemarahan yang hanya berhubungan dengan kemarahan pada anak. Ternyata saya salah, karena dalam buku ini juga dibahas bagaimana meredakan kemarahan suami istri yang salah satunya dengan mengenal dengan baik-baik karakter pasangan kita masing-masing. Karena tidak bisa dipungkiri kemarahan terhadap anak merupakan dampak dari kondisi hubungan suami istri yang tidak harmonis.
Bukan hanya itu saja, di buku ini juga membahas bagaimana memanajemen kemarahan, baik di tempat kerja maupun di  lingkungan sekolah.

Komplit bukan?
Tidak salah rasanya penulis menambahkan judul pada buku ini dengan “Buku Komplit Manajemen Marah”, karena penulis menjabarkan persoalan “marah” tidak hanya terfokus pada satu sisi.
Contoh-contoh kasus dalam tiap pembahasan yang sangat berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari, semakin memudahkan kita dalam mangambil hikmah dan memahami tiap pembahasan.

Daftar isi

====

Persoalan marah memang penyakit kronik yang mendera sebagian besar kita dan itu semakin jelas pada saat kita memiliki buah hati. Di situlah tingkat kesabaran kita diuji. Tidak salah jika penulis menyediakan ruang yang dominan untuk membahas kemarahan terhadap anak dibanding kemarahan terhadap pasangan ataupun antar rekan sekerja.

Persoalan marah memang berat, apalagi jika kita selaku orang tua “dulunya” tumbuh dengan sentuhan kemarahan yang secara tidak sadar menjadi karakter dari sebagian kita. Tidak salah, Allah menjanjikan ganjaran yang besar bagi seseorang yang mampu mengendalikan amarahnya melalui lisan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

“Janganlah engkau marah niscaya bagimu syurga”
(hadist shahih, riwayat Ibnu Abid Dunya)

Yah, SYURGA bunda-bunda sekalian… ganjarannya adalah SYURGA…

Selanjutnya, saya sangat merekomendasikan bagi para orang tua untuk memiliki buku ini, karena segala sesuatu itu butuh ilmu. Terutama kita sebagai orang tua, yang memiliki peran untuk mempersiapkan anak-anak kita menjadi generasi penerus yang gemilang. Minimal, generasi yang tidak gampang marah ^_^


14 komentar :

  1. Assalamu'alaikum
    Salam kenal, Mbak :)
    Pertama singgah kemari :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaykun salaam. Salam kenal balik mbak. Semoga betah :)

      Hapus
  2. Salam kenal ya Ummi
    membaca artikelnya bagus juga bisa memberikan renungan tersendiri, namun jika hanya membaca judulnya saja kok terkesan keras ya hal ini saya kaitkan dengan anak usia dini dimana pendidikan karakter harus terus ditumbuh kembangkan.
    ok Ummi saya udah follow jika berkenan datang ke blog baru saya ya masih jadul hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya mbak.. Saya ambil judul artikel dari judul bukunya, penulis kemungkinan sengaja memberi judul yang terkesan "antagonis" untuk menarik minat pembaca..
      Insya Allah dipikirkan kembali judul yang tepat. Atau ada saran?

      Hapus
  3. Salam sahabat
    loh komentar sistem approved jadi eror terus nich....oh ya maaf telat dan sudah saya follow kok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nanti saya cek lagi ya mbak.. Makasih dah mampir

      Hapus
  4. Waah buku ini cocok nih buat aku, *ngaku suka marah2 apalagi tanggal tua :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe.. Kalau begitu buku ini memang pas mbak Rahmi. Biar tanggal berapa aja tetap adem :D

      Hapus
  5. kayaknya aku harus beli buku ini nih...hehe...biar lebih sabar :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan cuman mbak aja hehe...
      Iya mbak, silahkan dibeli. Recommended pokoknya..

      Hapus
  6. Pengen beli bukunya mbak. Belinya dimana ya mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya beli offline, kebetulan penulisnya mengadakan seminar di kota kami yang diadakan TKnya anak-anak ada juga dijual di sana...
      Atau bisa via googling aja mbak, siapa tahu dapat.

      Hapus
  7. kayaknya musti baca nih buku.. secara suka marah + esmosi yang bikin anak2 jadi kena getahnya.. *ngaku* hiks :D. salam kenal umm :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mbak.. Saya juga kadang kelepasan ngomel :D
      Makanya kita sebagai ibu kudu punya referensi agar bisa meredam emosi yang berlebihan. Dan buku ini very recommended

      Hapus

Syukron telah membaca postingan kami, silahkan meninggalkan komentar ^_^

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...