Penulis : Irawati Istadi, Ahmad
Gozali
Penerbit : Pustaka Inti
Cetakan : Pertama, Februari 2008
ISBN : 979-3751-49-45
Ketebalan : 162 halaman
Ukuran : 14x20 cm
Buku
ini merupakan kolaborasi antara dua orang penulis. Penulis pertama adalah ibu
Irawati istadi, seorang penulis sekaligus aktivis pendidikan anak yang
menelorkan beberapa buku-buku parenting best seller. Saya juga memiliki salah
satu bukunya yakni “Melipatgandakan Kecerdasan Emosi Anak”.
Penulis
kedua adalah bapak Ahmad Gozali, seorang pakar perencana keuangan, termasuk
mengenai perencenaan keuangan keluarga. Sebuah kolaborasi yang apik untuk
sebuah buku yang berbicara tentang masalah keuangan keluarga yang fokus pada
pendidikan finansial untuk anak. Bagaiamana pendidikan finansial dibelajarkan
sesuai dengan psikologi mereka sebagai anak-anak.
Mengapa
usia dini??
Karena
pada usia inilah anak mengalami proses pembentukan tercepat dan terbesar,
sehingga apa saja yang masuk ke dalam otak akan melekat menjadi batu bata dasar
pola pikir mereka hingga dewasa kelak. Jika mereka belajar mengenai
konsep-konsep keuangan sejak balita maka hingga dewasa, konsep ini tetap akan
tertancap dalam bawah sadar mereka. Orang tua tinggal mengembangkan dan
memperkaya pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan usianya. (hal.12)
Buku
ini sekaligus mematahkan persepsi sebagian orang tua, dulu saya salah satunya,
bahwa tidak perlu terlalu cepat mengenalkan uang pada anak. Padahal, pendidikan
finansial perlu ditanamkan sejak dini, sebagaimana kutipan dalam buku ini “Jika
kecerdasan finansial diajarkan sejak kecil, otak anak akan terbiasa mengambil
kebijakan dalam hal finansial dengan baik. Otak kiri diperlukan untuk
menghitung perkiraan keuntungan. Sementara otak kanan ditugaskan berpikir
kreatif mengupayakan cara mendapatkan keuntungan finansial tersebut”. (hal.14)
Di
awal buku ini, kita dihantar untuk memahami konsep dari kecerdasan finansial
dengan sebuah ilustrasi yang bermuara pada pemahaman bahwa kecerdasan finansial
tidak melulu tentang perhitungan untung dan rugi, tapi lebih pada bagaimana
membuat kebijakan-kebijakan keuangan yang menyangkut sisi-sisi lain dalam
kehidupan sehari-hari.
Dan satu hal bahwa kecerdasan finansial tidak selalu sebanding dengan kecerdasan intelektual seseorang. Tidak setiap sarjana atau profesor sekalipun akan sekaligus pandai mengelola keuangan. Sebaliknya, belum tentu orang yang hanya memahami operasi tambah-kurang-kali-bagi saja lantas tak bisa mengelola keuangan.
Dan satu hal bahwa kecerdasan finansial tidak selalu sebanding dengan kecerdasan intelektual seseorang. Tidak setiap sarjana atau profesor sekalipun akan sekaligus pandai mengelola keuangan. Sebaliknya, belum tentu orang yang hanya memahami operasi tambah-kurang-kali-bagi saja lantas tak bisa mengelola keuangan.
Dalam
buku ini juga disebutkan bahwa pengenalan mengenai finansial dibelajarkan mulai
usia 2 tahun secara bertahap :
1.
Pengenalan mengenai fungsi
uang sebagai alat tukar
2.
Pemanfaatan uang, dimana si
anak harus mampu memanfaatkan uang yang ada dengan efektif
3. Pembelajaran dalam
menentukan pilihan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan, memilah antara
kebutuhan atau sekedar keinginan
4.
Pembelajaran tentang upaya
mendapatkan tambahan uang
Dalam
membelajarkan keempat tahapan tersebut, dibarengi dengan pembelajaran
kecerdasan emosi untuk anak.
Banyak
hal yang kita bisa dapatkan dari buku ini, mulai dari pemahaman kondisi
psikologis si anak, bagaimana cara untuk melaksanakan tahapan pembelajaran finansial
yang telah disebutkan, tips agar anak suka menabung, pengelolaan uang saku,
melatih kepekaan sosial si anak bahwa sesungguhnya harta itu milik Allah,tips
untuk meminimalkan “pengeluaran tak terencana” saat berbelanja dengan anak, dan
banyak lagi yang lainnya…
Untuk
masalah menabung, ada yang menarik. Biasakan si anak menyisihkan uang saku
untuk ditabung sebelum berangkat ke sekolah atau sebelum membelanjakannya,
bukan setelah pulang sekolah atau ada
sisa dari yang dibelanjakan. Hal ini untuk mengajarkan paradigma menabung yang
benar, bahwa menabung bukan menyisakan uang, tapi mengalokasikan pengeluaran
yang prioritas untuk kebutuhan di masa yang akan datang (hal.84)
Ini
juga sebenarnya harus sudah dilakukan oleh para orang tua, yakni menyisihkan
terlebih dahulu alokasi untuk tabungan sebelum membelanjakannya untuk kebutuhan
rumah tangga. Bagaimana dengan anggaran keuangan bunda sekalian di rumah, apa
sudah demikian?
Akhirnya,
buku ini ditutup dengan perlunya merekayasa pendidikan finansial, bahwa perlu
ada suasana pendidikan yang sengaja dibangun agar anak mendapatkan pembelajaran
terbaik, walaupun itu mengharuskan
mereka sedikit mengalami kesusahan dan kesengsaraan. Anak perlu merasakan
beratnya mencari uang, jika ingin menumbuhkan rasa penghargaan mereka terhadap
uang. Maka, walaupun orang tua memiliki uang berlimpah, tidak berarti bisa
diminta oleh anak kapan saja dan dimanapun mereka inginkan. Jika perlu, beri
batasan-batasan, seperti hanya diizinkan membeli mainan sebulan sekali, hanya
diberi uang saku yang terbatas agar anak memiliki kemampuan mengelola uang dan
menentukan prioritas kebutuhan. (hal.154)
Dan,
saya sampai pada kesimpulan bahwa buku ini sangat direkomendasikan bagi orangtua
yang ingin memberikan pendidikan finansial sejak dini untuk anak. Bahasa yang
digunakan sederhana dan sangat mudah dipahami untuk diterapkan.
Satu
hal yang perlu digaris bawahi dalam hal ini.
Pertama,
DISIPLIN… konsisten terhadap pendidikan finansial yang diberikan
Kedua,
KETELADANAN, ada pepatah “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Akan terasa
janggal jika kita memberikan pengarahan terhadap anak tentang kecerdasan finansial,
sementara kita tidak terlihat memiliiki kecerdasan finansial tersebut. Hal ini
juga terangkum dalam pembahasan “Mengoreksi Kesalahan Orang Tua” dalam buku ini.
(hal.143)
Tidak
ada kekurangan yang berarti dalam buku ini, itu mungkin karena saya sangat
menikmati isi buku yang disajikan. Masalah EYD, saya sendiri masih banyak
kekurangan dalam hal in ^_^
Hanya
satu kesalahan yang jelas terlihat yakni pada kalimat terakhir pada pembahasan
buku ini.
“Insya
Allah, anak akan tumbuh menjadi anak yang”(hal.154)
Sangat
jelas kalimatnya terpotong bukan? Tapi saya berpikir hal ini merupakan
kesalahan cetak saja. Tapi insya Allah bisa diperbaiki untuk cetakan
selanjutnya.
Buku ini udah ada diseluruh gramedia belum ya. Mupeng pengen beli nih
BalasHapusBelum tahu juga tuh mbak ika, coba dicek aja. Saya juga belinya di tk anakku yang kebetulan jual. Mudah-mudahan ada ya. Karena buku ini isinya memang recommended :)
Hapus